HTI Anti-Pancasila
Oleh: Fatihul Afham
HTI lagi, HTI lagi. Lagi-lagi kok HTI. HTI kok lagi-lagi. Ada apa dengan HTI? Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan oleh pemerintah, karena HTI dianggap anti-Pancasila. Pembubaran tersebut, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat.
Wiranto, mantan Menkopolhukam, menyebut bahwa HTI dibubarkan karena pahamnya. Ideologi, visi dan misinya, jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Hal tersebut, sejalan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan, organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terbukti ingin melahirkan pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah di Indonesia.
HTI terbukti telah merancang Undang-Undang Dasar (UUD) yang berkonsep Khilafah Islamiyah apabila pemikiran tersebut dapat terwujud di dunia. Sebagimana yang termaktub dalam Rancangan UUD Negara Khilafah (Masyrû Dustûr) pasal 1 yang berbunyi: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, perangkat negara dan pengawasan atas tindakan negara harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Aqidah Islam menjadi asas undang-undang dasar dan perundang-undangan syari. Segala sesuatu yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang-undangan harus terpancar dari akidah Islam.” (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, h. 5).
Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustûr (2009), karya Imam Taqiyuddin an-Nabhani tersebut, dijelaskan bahwa ada 2 (dua) peran agama (khususnya akidah Islam) dalam Negara Khilafah, yaitu sebagai dasar negara dan sumber dari segala undang-undang. Akidah Islam adalah sumber segala bentuk perundang-undangan dalam negara Khilafah. Undang-Undang Dasar (dustûr, constitution) ataupun berbagai macam undang-undang (qânûn, act/law) harus bersumber dari akidah Islam.
Lebih lanjut, HTI berupaya menerapkan formalisasi syariah. Padahal sudah jelas, negara-bangsa (nation state) seperti Indonesia ini tidak mungkin menjalankan formalisasi syariah. Sebab, negara-bangsa didirikan atas dasar konsep nasionalisme dan sekularisme, yang tidak mentoleransi formalisasi hukum Islam, kecuali secara parsial saja, seperti hukum perkawinan, perceraian, dan waris. Dalam konteks Indonesia, formalisasi syariah sangatlah mustahil. Karena Indonesia menganut sistem hukum campuran (mixed law), yang terdiri dari sistem hukum Islam, hukum Barat, dan hukum adat.
Di samping itu, HTI juga menolak ideologi negara politik modern. HTI, menolak nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, sosialisme, komunisme, patriotisme, primordialisme (sektarianisme), aristokrasi, dan konsep-konsep asing yang lain, termasuk di dalamnya Pancasila. Sebaliknya, Hizbut Tahrir/HTI berusaha untuk membangun kembali khilafah Rasyidah yang telah memerintah kaum muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka HTI secara langsung terbukti telah bertentangan dengan dasar dan ideologi negara, yakni Pancasila. Terkhusus, sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa,” dan sila ketiga, “Persatuan Indonesia.” Oleh sebab itu, HTI bisa disebut sebagai ormas Anti-Pancasila. HTI, seharusnya cukup menjadi lembaga sosial dan spiritual, bukan ormas politik yang 'nakal.'
Comments
Post a Comment