Kita Tidak Perlu Khilafah

Oleh: Fatihul Afham

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah dibubarkan oleh pemerintah pada 19 Juli, 2017 tiga tahun lalu. Namun, isu khilafah masih mengemuka sampai sekarang. Bahkan, di media sosial Twitter, tagar “khilafah solusi negeri” masih mendominasi trending topik pada hari ini.

Pembubaran HTI tersebut bukan tanpa alasan. HTI dinilai mengancam dasar negara yaitu Pancasila. Selain itu, HTI juga mengusung ide khilafah yang mana ide tersebut secara garis besar bersifat transnasional, yang pada juntrungannya ingin meniadakan nation state atau negara bangsa.

Indonesia adalah negara multikultur yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, bahasa, agama, serta budaya. Ide khilafah yang diusung oleh HTI  tersebut adalah sebuah kekonyolan dan pengkhianatan sejarah terhadap para bapak pendiri bangsa. Negara ini didirikan atas dasar kemajemukan dan keragaman. Bukan atas dasar entitas yang tunggal bernama khilafah.

Pancasila sebagai dasar negara, UUD 45 sebagai dasar hukumnya, dan NKRI sebagai bentuk negaranya adalah sebuah hal yang sudah final. Tidak boleh diganti dengan ideologi atau sistem apapun, termasuk khilafah. Upaya-upaya penggerogotan yang dilakukan kelompok pro-khilafah harus diwaspadai dan diawasi dengan tegas. Terlebih lagi di dunia maya yang tiada henti menebar provokasi dan pretensi yang berlebihan, yang dapat membahayakan ideologi Pancasila.

Konsep khilafah sebagai sistem pemerintahan, bukanlah suatu bentuk yang disepakati oleh umat Islam dewasa ini. KH. Ma’ruf Amin pernah menyebut, lebih dari 20 negara Muslim di dunia menolak sistem tersebut. Akan tetapi, hingga hari ini masih ada kelompok-kelompok yang ingin memaksakan kehendak tersebut.

Ada beberapa alasan kuat, mengapa khilafah tidak bisa diterapkan. Pertama, khilafah ditolak di negara-negara Muslim di seluruh dunia. Kedua, sistem khilafah mana yang bisa jadi rujukan. Apakah khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin, khilafah pada masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah, ataukah khilafah pada masa Turki Utsmaniyah? Ketiga, siapa yang akan menjadi khalifah dan menjalankan sistem kekhilafahan? Terakhir, sistem khilafah sudah tidak relevan lagi dengan konteks zaman sekarang yang cenderung demokratis, dibanding sistem khilafah masa Umayyah, Abbasiyyah ataupun Utsmaniyyah yang bersifat otoritarianisme dan fasistik.

Khilafah, sebagai sebuah ide dan wacana, merupakan bagian sejarah umat Islam yang memang tidak bisa dipungkiri. Namun demikian, akan sangat sulit jika ada kelompok pro-khilafah yang masih memaksakan kehedaknya. Karena Indonesia telah mempunyai Pancasila sebagai dasar negara dan pemersatu bangsa. Oleh sebab itu, khilafah tidak kita perlukan. Khilafah, cukuplah menjadi gerakan spiritual dan sosial, bukan gerakan politik yang membabi buta membawa sial.

Comments

Popular posts from this blog

Kemacetan dan Keadilan Sosial

Arsitektur Masjid dan Spiritualitas

Soesilo Toer Sang Teladan